Total Tayangan Laman Gue ^^

let's go, Joinn now!!

Kamis, 11 November 2010

Diary despresiku

            Pagi ini dengan tampang yang kurang semangat, aku berlari menuju sekolahku yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalku. Namaku Haciko yang berarti sebuah kesetiaan didalam bahasa Jepang, dengan umurku yang baru beranjak 13 tahun, dan rambut terurai dan acak-acakan, aku berlari dengan secepat-cepatnya, karena jam tangan milikku sudah menunjukan pukul 07.30. Dengan mental yang cukup siap, aku siap dimarahin kembali oleh Pak Kumis (panggilan kesayangan yg diberikan oleh anak-anak kepada satpam sekolahku, yaitu Pak Bejo).
            ’’Ehhh, kamu!! Sini!!’’ teriak Pak Kumis, sambil memegang kumis tebal yg dibangga banggakannya. “iiyaa pak, ada apaa yaa?’’ tanyaku kepada Pak Kumis sambil gugup dan memikirkan seribu alasan yg harus aku berikan, saat Pak Kumis menanyakan sesuatu yang aneh-aneh. “ Kamu ini, tidak tau waktu yaa? Sekarang sudah jam segini, masih berani masuk!!’’ dengan sedikit menegakkan badannya cukup besar. Saya hanya bisa tertuduk dan berkata iya-iya saja, sambil mendengarkan ceramahnya. 15 menit mendengarkan ceramahnya, akupun segera masuk kelas, dan mendengarkan kembali ceramah dari guru matematika yg sangat galak. 
            Krrringg.. Kriiingg… Krriingg.. Suara lonceng sokolah terdengar keras sekali. Berlari lah semua siswa keluar kelas, seperti semut keluar dari sarangnya. Aku hanya berjalan perlahan dengan lesu, dan lululantang. Aku menyusuri koridor sekolah. Terdengar suara berat yang cukup keras melengking mendekati tempatku berada. “ci, kamu mau menemaniku jalan-jalan dulu gak? Bosen aku dirumah.’’ Sambil tersenyum lebar, laki-laki sebaya denganku yang mempunyai postur tubuh yang jangkung, berkulit putih dan berambut pirangyang bernama Arvin. Aku hanya meliriknya dan mengangguk. “Kamu tidak meminta izin terlebih dahulu kepada orang tuamu,?” tanyanya yang berlagak seperti orang dewasa. Aku hanya terdiam, dan melanjutkan langkahku, dan dia melanjutkan kembali langkahnya, menujuku.
            Setelah seharian aku berjalan dengan Arvin, aku kembali kekehidupanku yang suram. Masuk kerumah yang hanya ada ayahku. Kedua orangtuaku cerai 5tahun yang lalu. Saat ayahku mulai pergi entah kemana dan akupun mulai kelaparan. Setiap hari aku hanya mendapat belas kasihan dari para tetangga sebelah rumahku. Aku tidak tau dimana sanak keluargaku, karena sempat ayahku berkelahi dengan omku, karena perebutan harta. Tak tau lagi apa yang harus aku kerjakan, apa yang harus aku perbuat, tak tau lagi apa itu artinya kasih sayang, kehangatan, dan sebuat cinta.Disaat aku belum mengerti sebuah arti perceraian, semua hancur yang duluku miliki, bersama ayah dan ibu, tertawa bersama sambil menonton televisi, berjalan bersama-sama, saat mengatarku kesekolah.
            Keesokan harinya aku tidak berangkat sekolah, tapi aku hanya menangis dan meminta kepada yang maha esa, untuk mempertemukan aku dengan kedua orangtuaku.Sejenakku lupakan semuanya, dan mencoba apa yang aku inginkan, dan menuju kekenakalan remaja. Mencoba meminum-minuman keras, sambil menggoreskan kaca ditanganku, apapun akan kulakukan untuk melupakan semuanya, dan memulai hidup baru tampanya. Lalu, aku disadarkan oleh temanku Arvin, dia menyadarkanku tentang kesalahanku selama ini, dia menujukan rasa kasih sayang dan ketulusan sebuah cinta. Aku menanggis dipelukannya, dan sekarang aku paham, bahwa jika aku terus melakukan hal seperti itu, itu tetap tidak akan menggembalikan kembali orangtuaku yang telah hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar